Koruptor seringkali dilambangkan dengan 'tikus'. Perilaku tikus adalah suka mencuri, gesit, rakus, kotor, bau dan membawa penyakit. Persis seperti koruptor, tidak tahu malu, rakus dan suka mencuri uang negara. Hilangnya rasa malu para perilaku korupsi dan serangan balik para koruptor (corruptors fight back) untuk melemahkan lembaga penegak hukum seperti KPK, kepolisian dan kejaksaan, adalah tanda-tanda yang tak terelakkan dari sebuah kekacauan massal. Tapi apakah ini klimaksnya? Tentu saja tidak. Akan ada 'goro-goro' ketika keadaan bangsa ini tidak lagi normal, adanya kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Akan ada peristiwa-peristiwa untuk mengingatkan bangsa ini kembali ke jalan yang benar. Setelah 'goro-goro' itu, akan ada perang tanding antara Satria Pembela Kebenaran dengan musuhnya (sang pembela kejahatan) yang tentunya akan membawa korban.
Indonesia dibawah pemerintahan SBY saat ini sedang diuji oleh maraknya kasus-kasus korupsi yang menggurita. Ada dilema tersirat, ada kehati-hatian, ada teka teki yang tak terungkap. Wajar, kasus ini seperti pedang bermata dua, siap menusuk keluar dan kedalam partai berlambang mercy ini. Disamping itu, perhatian rakyat Indonesia tertuju pada kasus ini karena menyangkut komitmen politik yang pernah didengung-dengungkan: pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi. Nazaruddin bisa jadi bukanlah orang sembarangan. Jika dia buka semua, mungkin republik ini akan guncang. Tapi lebih baik negeri ini guncang sejenak asal hukum ditegakkan. Karena, belum ada sejarahnya sebuah negara itu hancur karena menegakkan hukum dan kebenaran. Yang ada justru sebuah negara akan hancur karena korupsi, seperti yang pernah terjadi di Romawi, Babilonia dan Uni Sovyet. Hal itu terjadi karena negara-negara tersebut gagal memberantas korupsi yang merasuki tokoh-tokoh pemerintah dan birokrasinya.
Indonesia dibawah pemerintahan SBY saat ini sedang diuji oleh maraknya kasus-kasus korupsi yang menggurita. Ada dilema tersirat, ada kehati-hatian, ada teka teki yang tak terungkap. Wajar, kasus ini seperti pedang bermata dua, siap menusuk keluar dan kedalam partai berlambang mercy ini. Disamping itu, perhatian rakyat Indonesia tertuju pada kasus ini karena menyangkut komitmen politik yang pernah didengung-dengungkan: pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi. Nazaruddin bisa jadi bukanlah orang sembarangan. Jika dia buka semua, mungkin republik ini akan guncang. Tapi lebih baik negeri ini guncang sejenak asal hukum ditegakkan. Karena, belum ada sejarahnya sebuah negara itu hancur karena menegakkan hukum dan kebenaran. Yang ada justru sebuah negara akan hancur karena korupsi, seperti yang pernah terjadi di Romawi, Babilonia dan Uni Sovyet. Hal itu terjadi karena negara-negara tersebut gagal memberantas korupsi yang merasuki tokoh-tokoh pemerintah dan birokrasinya.
Sekarang, perang opini sudah ditabuh, saling serang, saling membuka aib, menguji kebenaran versi masing-masing. Tapi semua itu harus segera diakhiri, jangan sampai rakyat marah dan akhirnya mendorong angkatan muda untuk keluar dan menyusun barisannya. Sebagai bangsa timur yang adiluhung, ada baiknya kita renungkan petuah ini: "Bejane sing eling, nanging isih beja sing waspadha" [Beruntung bagi yang ingat, tapi masih lebih beruntung bagi yang waspada]. Waspada dari serangan balik para koruptor untuk mewujudkan impian kita akan Indonesia yang bersih dari korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Selamat berjuang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar